Meraih Atap Jawa Tengah, Gunung Slamet

12:01 Ilham Firdaus 0 Comments

Gunung Slamet

Dengan ketinggian 3248 mdpl, Gunung Slamet jadi yang tertinggi di Jawa Tengah dan ke-2 di Pulau Jawa, setelah Semeru.

Pendakian ke Gunung Slamet ini saya bareng temen dapet dari website. Saya panggil dia Bang Andi, yang berawal dari postingannya di forum Backpacker Indonesia (BPI) yang ngajak ndaki Gunung Slamet. Saya tertarik dan join dengannya.

Kali ini peralatan yang saya bawa udah diupgrade dari pendakian sebelumnya ke Ciremai meski sebagian besar warisan dari kakak saya. Kalau dulu daypack sekarang carier, dulu sepatu untuk sekolah yang akhirnya riwayatnya tamat (baca: jebol) sekarang sepatu gunung. Nggak mau deh saya nyeker lagi kayak saat di Ciremai. Tersiksa!

Saya dan Bang Andi udah janjian sebelumnya. Kami tetapkan terminal Purwokerto sebagai meeting point. Saya berangkat dari Bandung naik bus, Bang Andi bareng tunangannya yaitu Mbak Nona berangkat numpak kereta dari Jakarta, sedangkan 7 orang lainnya (temen Bang Andi) naik bus dari Jakarta juga. Tapi pada akhirnya kami nggak ndaki bareng 7 orang itu, soalnya mereka nggak sampai-sampai ke Purwokerto sesuai perjanjian. Akhirnya saya jadi 'obat nyamuk', ndaki bareng sepasang tunangan. Sorry yaa Bang, Mbak kalian jadi nggak bisa ndaki berduaan! Nggak boleh Bang! Hahaha *evil laugh*

Berangkat ba’da maghrib, saya baru sampai di Purwokerto jam 3 dini hari. Sambil nunggu Bang Andi jemput, saya ngopi dulu di warung sambil nonton bola. Saat itu pertandingan Final Copa Del Rey antara Real Madrid vs Atletico Madrid, kedudukan 1-0 untuk keunggulan Real Madrid. Eh, baru nonton sebentar si Falcao ngegolin, imbang deh 1-1. Kezel banget, bikin mood rusak aja.

Lalu nggak lama Bang Andi jemput sama temennya Bang Eko yang emang tinggal di Purwokerto. Kami pergi ke tempat kerja Bang Eko di Ganesha Operation untuk istirahat sebentar, molooor.

Lagi enak tidur, alarm hp bunyi keras banget. Dengan berat hati saya bangun dari molor yang nikmat itu. Lalu kami shalat Subuh dulu dan bergegas berangkat ke Desa Bambangan diantar Bang Eko dengan mobil Grand Max warna silvernya. Perjalanannya lama juga, 2 jam berlalu kami baru sampai di Desa Bambangan, titik awal pendakian kami. Desa ini berada di dataran yang cukup tinggi, Puncak Slamet kelihatan deket banget. Puncaknya terlihat berwarna merah. Karena bebatuan di sekitar puncak emang warna merah. Saya jadi nggak sabar ndaki!

Desa Bambangan Gunung Slamet
Slamet dari Desa Bambangan

Bang Eko yang cuma nganter pamit pulang, nggak lupa dong kami ucapin thank you Abang udah nganter. Kemudian kami mengurus simaksi gitu deh. Dan tau nggak? Ternyata banyak pendaki karena kebetulan kami ndaki bareng sama kegiatan bersih gunung yang diadain Ranger setempat. Rame banget!

Sekitar jam 8 pagi kami mulai ndaki. Perjalanan awal kami lewat ladang milik warga Desa Bambangan dengan medan yang relatif datar. Lalu memasuki area yang didominasi pohon Cemara, jalannya udah mulai nanjak gitu. Saya bahkan ketinggalan beberapa kali dari Bang Andi saking lambannya. Udah bagai kura-kura aja lagi kayak saat di Ciremai, kali ini bukan daypack tapi carier. Lebih menyiksa!

Kira-kira 2 jam, saya tiba di pos 1. Saya nyari lapak untuk istirahat, soalnya lumayan rame juga di situ. Ada pondok yang cukup luas untuk istirahat pendaki, tapi penuh. Sambil nyari-nyari Bang Andi sama Mbak Nona, eh tapi nggak ada!

Selepas pos 1, isinya hutan, vegetasinya rapat. Jalur yang begini mengingatkan saya sama jalur Linggajati Ciremai, mana jalannya nanjak terus, mirip sudah. Dari awal cuaca aman-aman aja. Tapi baru beberapa menit jalan ninggalin pos 3, hujan deras turun! Sontak saya langsung pakai raincoat, begitu juga dengan pendaki lain. Saya lanjutin perjalanan meski diguyur hujan.

Nggak sampai 10 menit, saya ketemu sama Bang Andi dan Mbak Nona yang lagi sembunyi dari hujan di balik flysheet, saya ikut sembunyi di situ. Hehehe!

Niatnya nunggu hujan reda baru lanjut, jadilah kami semua ketiduran saking ngantuknya. Sejam berlalu, eh hujan tinggal gerimis aje. Kami putuskan untuk lanjut dan 15 menit kemudian sampai di pos 4. Pos ini bernama Samarantu, singkatan dari samar-samar hantu! Dinamain gitu katanya karena hantunya samar-samar. Kami nggak istirahat disini soalnya takut, eh bukan, karena belum ngerasa capek aja. Serius! #kamitidaktakut

Akhirnya setelah cukup lama berjalan, kami sampai di pos 5 alias pos Mata Air ketika waktu nunjukkin jam 3 sore. Karena masih gerimis, kami nunggu bener-bener reda dulu di dalam pondok sebelum mendirikan tenda. Tapi begitu reda kami harus cepet-cepetan cari lapak untuk mendirikan tenda, secara banyak pendaki yang mau ngecamp juga di pos 5.

Pos 4 Mata Air Gunung Slamet
Pos 5 Mata Air

Setelah hujan reda, kami berhasil dapet lapak. Yeah! Mendirikan tenda, masak dan makan jadi aktivitas kami selanjutnya, nggak lupa juga kami melaksanakan ibadah shalat. Jangan sampai ditinggal. Langit udah mulai gelap dan suhu mulai terasa dingin. Saya dan Bang Andi sempet gabung sama pendaki lain di deket perapian, kami pun ngobrol-ngobrol sebentar sambil menghangatkan diri. Tapi  nggak lama, setelah itu saya tidur karena udah capek banget dan besok waktunya summit attack.

Jam 3 dini hari kami ber-3 bangun lalu siap-siap untuk summit attack. Langitnya cerah yang bikin bintang-bintang berkilauan, banyak banget. Perjalanan kerasa cepet, 30 menit berjalan kami udah sampai lagi di pos 7. Di pos 7 juga ada pondok dan banyak juga yang ngecamp disitu. 

Selepas Subuh, kemerah-merahan sinar matahari mulai tampak di kegelapan. Dari pos 8 sampe pos 9 vegetasinya banyak ditumbuhi edelweiss, mana udah pada mekar. Cantik!

Sunrise Sindoro Sumbing
Sindoro – Sumbing

Ini yang nggak saya dapet saat ndaki Ciremai, selepas pos 9 atau disebut Plawangan adalah batas vegetasi. Pepohonan bakal diganti oleh medan bebatuan berpasir, banyak batunya warna merah pula. Puncak Slamet udah deket banget cuma beberapa menit paling sampai, itu yang ada di pikiran saya. Eh nyatanya sejam lebih saya baru sampai pucuk! Moment sunrise pun saya dapat saat masih ndaki, tepat di depan saya kalau ngebelakangin puncak.

Di puncak pemandangannya keren abis! Di sebelah barat, kelihatan Gunung Ciremai! Dulu saya bisa lihat Slamet dari Puncak Ciremai, sekarang kebalikannya, hehe. Si kembar Gunung Sindoro dan Sumbing juga kelihatan di sebelah timur. Gunung Slamet ini begitu sampai puncak nggak bisa langsung lihat kawahnya, soalnya harus jalan dulu lumayan jauh, dan itu yang membuat kami nggak kesana. Iya jujur, saya malas.

Kaldera Gunung Slamet
 Kaldera Slamet

Jadilah kami hanya di puncaknya aja, makan perbekalan yang kami bawa sambil ngobrol-ngobrol dengan sesama pendaki. Tentunya kami nggak lupa untuk mengabadikan momen ini. Nggak lama kami di puncak. Soalnya Bang Andi mau ngejar jadwal kereta untuk dia pulang, begitu juga saya yang ngejar jadwal pesawat. Duh duit darimana, Ham. Naik becak aja deh saya mah.

Slamet menjadi Puncak ke-2 saya setelah Ciremai. Ini masih awal bagi saya, masih banyak gunung-gunung yang ingin saya daki di pelosok negeri ini. Semoga diberi kesempatan :)

Puncak Gunung Slamet
Makan dan bincang-bincang

Yang namanya teman itu bisa dapat darimana aja. Sekalipun dari sebuah website, seperti pendakian ini saya bisa ketemu dengan Bang Andi dan Mbak Nona. Bahkan kami langsung akrab kayak orang yang udah kenal lama aja, padahal cuma beberapa hari doang. Ya itulah efek dari melakukan perjalanan bersama, terutama naik gunung. Kita pasti mendapat suka maupun duka, dan itu kita rasakan bersama. Hal itu yang membuat rasa persaudaraan kami erat.

Puncak Gunung Slamet
Inilah kami. Bang Andi, Mbak Nona dan 'obat nyamuk'

0 comments: