Pendakian Semeru #3: Puncak Para Dewa!

09:53 Ilham Firdaus 0 Comments

Ketika sedang nikmat tidur, bunyi alarm ponsel saya berbunyi menandakan jam ½ 12 malam. Waktunya summit attack. Bukannya bangun, saya cuma matiin alarm itu dan kembali tidur. Tapi nggak lama dari itu Rahman bangunin saya, ngingetin itu waktunya summit. Saya bangun dan mengusir rasa kantuk demi Mahameru, lalu saya bangunkan yang lainnya juga untuk bersiap-siap.

Setelah semua bangun, kami membawa barang-barang berharga dan tentunya perbekalan. Kami hanya membawa beberapa botol air dan itu disimpan pada sebuah daypack yang dibawa oleh satu orang. Sekarang saya pikir itu salah, karena ketika mendaki lebih baik tiap orang membawa air masing-masing, bukan di kolektif pada satu orang.

Sekitar jam 12 malam, kami mulai berjalan. Ditengah kegelapan malam kami menerobos hutan. Udara malam itu terasa sangat dingin. Kami berjalan tanpa ada obrolan sehingga nafas kami satu sama lain bisa terdengar.

Awalnya perjalanan lancar-lancar saja, sampai tiba-tiba terjadi kemacetan. Macet? Masa iya di gunung macet? Iya beneran. Tahu kan kalau jalan di gunung itu jalan setapak, jadi cuma muat untuk satu orang. Nah di depan kami ini ada rombongan pendaki yang berhenti, kami pun terpaksa menunggu karena susah kalau nyalip, mana jalan setapak di tanjakan pula. Dan tahu nggak rombongan pendaki di depan kami ini berhenti karena mereka juga terpaksa nunggu karena di depan mereka ada rombongan pendaki lain yang berhenti. Mampus deh ngomong apa ini saya.

Tahu kan kalau Semeru itu rame banget setelah muncul film 5cm. Jadi gegara banyaknya pendaki, di jalan setapak yang muat satu orang doang, bikin ngantri! Kalau yang paling depan berhenti, yang bawahnya ya terpaksa nunggu. Dan itulah yang membuat perjalanan kami lamaaaaa.. lama sama nunggu. Kelamaan nunggu antrian, tapi yah mau gimana lagi, jalani saja.

Dari pada pas nunggu bengong, ya kami ngobrol-ngobrol sama pendaki lain. Eko, yang baru tahu kata “modol” belum lama ini dari saya. Dia nyeletuk, “Kalau sampai puncak, aku mau modol, biar jadi modol tertinggi di pulau Jawa!”. Eh tiba-tiba ada pendaki yang ngerti, lalu dia membalas, “Wah keren mas itu, modol tertinggi di pulau Jawa”. Kami semua tertawa. FYI, modol itu Bahasa sunda yang artinya BAB. Hahaha!

Antrian di perjalanan itu terus berlanjut sampai medan berubah menjadi pasir berbatu. Ya, kami sudah melewati batas vegetasi, dan tinggal mendaki medan pasir berbatu tersebut. Tapi disini rombongan kami terbagi menjadi dua. Entah sejak kapan rombongan kami terpecah, sebab dengan ramainya pendaki ditambah malam hari, sulit untuk mencari teman sendiri. Saya ketika itu bareng Rahman, Faisal dan Saifud. Dan saya yakin yang lainnya masih di belakang, karena saya ngga lihat mereka menyusul kami.

Kami putuskan untuk lanjut mendaki tapi pelan-pelan dan sesekali mengambil break. Siapa tahu teman kami yang lain menyusul. Karena kalau kami hanya diam dan menunggu, rasanya semakin dingin, maka dari itu kami harus terus bergerak. Perjalanan seakan nggak sampai-sampai. Lalu ada satu momen ketika kami break cukup lama dan akhirnya ketiduran sebentar. Saat bangun rasanya dingin bukan main. Dan saya tersadar salah satu dari kami hilang, Rahman. Sepertinya dia lanjut duluan karena kedinginan kalau hanya diam.

Hingga langit mulai terang kami belum juga sampai di puncak. Saat ini saya cuma bertiga sama Faisal dan Saifud, karena Rahman hilang. Ketika duduk istirahat, Faisal nunjuk-nunjuk dan bertanya ke Saifud, “Itu Gunung Bromo ya Fud?”. Tapi Saifud nggak menjawab, pas dilihat taunya dia ketiduran. Beuh! Emang kondisi fisik udah capek banget, mana ngantuk, berhenti sebentar aja langsung ketiduran.

Finally, jam 7 pagi saya sampai di Mahameru, puncak para dewa! Saya sangat bersyukur bisa menapak di atap pulau Jawa ini. Puncaknya luas, sudah banyak pendaki di puncak saat itu. Saya mencari-cari Rahman begitu sampai, dan ternyata benar. Rahman emang duluan, dia melambai-lambai memberi tanda. Nggak lama dari itu Saifud dan Faisal berturut-turut sampai di puncak.

Sambil nunggu 6 orang teman kami yang lainnya, kami ber-4 nggak lupa mengabadikan momen. Kebetulan fotografernya lagi bareng kami, Rahman. Lagi asik foto-foto, tiba-tiba kawah Jonggring Saloka mengeluarkan asap alias “batuk”. Wah ini momen langka, kami dan para pendaki lain pun langsung ambil posisi dengan latar kawah semeru yang lagi batuk itu.

puncak mahameru
Kawahnya Batuk

puncak mahameru
Mahameru!

puncak mahameru
Wonderful Mahameru!

Ketika di puncak sempat ada aksi heroik dari Saifud. Lagi asik mengabadikan momen, tiba-tiba bendera merah putih yang di ikat di leher Saifud lepas. Terbang dan jatuh di dekat tebing. Dengan heroiknya dia berusaha menyelamatkan bendera itu dengan sebuah tongkat kayu yang tergeletak tidak jauh dari situ.

Tapi tongkat itu tetap nggak menjangkau bendera, lalu Saifud meminta kami untuk memegangi tangannya supaya dia bisa meraihg benderanya. Lalu ada pendaki lain berkata, “Udah mas biarin aja, bahaya takut jatuh”. Saya juga setuju dan meminta Saifud untuk membiarkan bendera itu jatuh ke jurang. Berhubung bendera itu punya saya, yaa nanti pas udah di kota, minta gantinya aja deh ya. Hehe.

Padahal bendera itu udah saya bawa ke beberapa puncak gunung sebelum Semeru, diantaranya Ciremai, Slamet dan Arjuno. Tapi ya sudah gapapa deh, heuheu.

puncak mahameru
Aksi penyelamatan bendera

Lumayan lama kami di puncak tapi yang lain belum sampai juga. Sampai akhirnya Rahman dan Saifud milih untuk turun duluan karena udara di puncak sangat dingin. Sedangkan saya dan Faisal tetap di puncak menunggu yang lain. Karena penasaran, saya dan Faisal nekat dengan mendekat ke arah kawah. Tapi belum juga setengah jalan menuju kawah tiba-tiba tanah yang kami injak terasa bergetar. Takut terjadi hal yang ngga diinginkan, kami pilih untuk balik kanan jalan saja. Hahaha.

Lalu ketika kembali ke Puncak Mahameru, ternyata sudah ada Nafi disana. Dan nggak lama setelah itu, Eko dan Abduh juga tiba. Setelah mereka beres foto-foto, saya turun duluan bareng Faisal dan Nafi, sedangkan Abduh dan Eko masih di puncak. Baru saja turun beberapa meter, kami bertemu Rio yang masih berjuang mendaki. Di bawahnya lagi kami bertemu Idang. Mereka masih berjuang mencapai puncak, kami pun memberi semangat. “Ayo Dang, puncak masih jauh!”.

Perjalanan turun ternyata mengasyikkan, kayak main ice skating, bedanya ini pasir. Satu langkah bisa langsung beberapa meter karena medannya berpasir. Tapi tetep harus hati-hati sama langkah, bisa aja karena keasyikkan, terus ada batu jatuh gara-gara langkah kita dan kena pendaki yang berada di bawah kita. Kan ngeri kalau gitu ceritanya.

turun dengan sand skating dari mahameru
Sand Skating

Nggak kayak perjalanan naik yang sampai 7 jam perjalanan, turun dari puncak ke Kalimati makan waktu 2 jam. Sesampainya di camp, sebenernya saya kelaparan, tapi karena stok air yang benar-benar tipis, hanya roti dan biskuit saja gantinya. Abis itu langsung ngegeletak gitu aja saking capeknya. Tidur siang dulu, sebelum turun ke Ranu Kumbolo.

kalimati semeru
Kalimati

kalimati semeru
Tidur Siang di Kalimati

kalimati semeru
Edelweiss

Setelah berkumpul semua dan tidur yang cukup. Kami turun untuk menghabiskan malam terakhir di Ranu Kumbolo.

0 comments: