Pendakian Semeru #4: Sampai Jumpa, Semeru!

21:18 Ilham Firdaus 0 Comments

Perjalanan turun dari Kalimati kami balapan sama langit, langit keliatannya mulai nggak bersahabat. Langit menjadi mendung dan kabut turun menyelimuti Kalimati. Namanya juga turun, cepet. Nggak kerasa, mana kadang sambil setengah lari. Baru jalan bentar, tiba-tiba udah sampe lagi di Jambangan. Sampe Jambangan, langit masih bisa diajak kompromi.

Tapi begitu masuk kawasan Cemoro Kandang, tiba-tiba aja air turun. Hujan? Kayaknya bukan, ini cuma sugesti kayak yang di bilang Eko. Soalnya nggak deras, cuma kayak gerimis aja gitu. Tapi kami tetep jaga-jaga dengan mengenakan mantel. Juga menyiapkan flysheet apabila hujan deras dan perlu formasi barongsai.

Benar saja, nggak lama hujan turun dengan deras seketika. Untungnya kami sudah memakai mantel. Formasi barongsai pun langsung dibentuk. Namun hujan derasnya hanya beberapa menit, setelah itu gerimis lagi dan terus begitu sampai kami sampe di Oro-oro Ombo. Ini benar-benar hanya sugesti sepertinya. Dan juga kenapa hal itu terjadi hanya di hutan Cemoro Kandang? Yah entahlah. Mungkin cuma embun yang jatuh dari pohon-pohon sehingga seperti hujan.

cemoro kandang gunung semeru
Abis diguyur hujan sugesti

Setibanya di Oro-oro Ombo memang nggak hujan, tapi langit sudah gelap sekali. Awan hitam ada dimana-mana. Kami harus cepet-cepetan sampai ke Ranu Kumbolo sebelum hujan turun. Dan benar saja, saat kami akan turun di Tanjakan Cinta (eh Turunan Cinta deng soalnya lagi turun) hujan beneran turun dengan deras. Kali ini bukan sekedar sugesti, nyata. Kami berhamburan berlari ke arah salah satu shelter.

Shelternya nggak luas-luas amat, tapi karena ada pendaki yang seenak jidatnya masang tenda di dalam shelter, jadinya sempit. Saya nggak ngerti, ngapain bawa tenda kalau mendirikannya di dalam shelter yang jelas-jelas untuk istirahat pendaki. Kalau bawa tenda ya pasang di luar, toh kena hujan juga ngga masalah, emang kegunaanya kayak gitu.

Awalnya kami ingin langsung gelar tenda. Tapi karena hujan deras, kami terpaksa menunggu dulu sampai hujan benar-benar reda. Hujannya kayaknya bakal lama. Karena nggak bisa ngapa-ngapain dan lelah juga, saya tidur dalam posisi duduk.

Lumayan lama saya tidur sampe akhirnya bangun karena posisinya bikin pegel. Ternyata hujannya masih deras. Karena lapar, saya membeli pisang goreng di bapak penjual gorengan. Gilaaa di Ranu Kumbolo ada tukang gorengan. Ini menjadi pisang goreng termahal yang saya beli. Dengan ukuran yang standar dan juga kondisinya yang dingin, pisang gorengnya dihargai 2000 rupiah per buahnya. Mahal memang. Tapi kita hargai usaha bapak yang menjual gorengan ini, karena sudah jauh-jauh ndaki dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo untuk mencari nafkah.

Akhirnya hujan reda sekitar jam 5 sore. Kami langsung saja mencari lapak untuk mendirikan tenda. Seperti biasa, kami bagi tugas. Saya sendiri setelah mendirikan tenda mengajak Eko mencari kayu untuk membuat perapian untuk malamnya. Tapi nggak banyak yang kami dapat. Sembari menunggu makan malam selesai, saya membuat api. Suhu udah dingin banget. Sebagian dari kami malah udah pada kabur ke dalam tenda.

Setelah makan malam jadi pun nggak semuanya makan, karena udah PW sama posisinya dalam tenda. Memang sih, kondisinya udah dingin banget, jadi males untuk gerak. Pengennya tidur aja sembunyi di balik Sleeping Bag. Karena api yang kami buat kecil dan kehabisan stok kayu bakar, boro-boro nikmati malam berbintang di Ranu Kumbolo. Liat ke langit ada bintang atau nggak juga males. Dengan matinya perapian, kami semua masuk ke tenda masing-masing dan mengambil posisi tidur. Padahal saat itu masih jam 8an.

Saya tidur pulas banget malam itu. Biasanya suka kebangun beberapa kali malemnya. Tapi saat itu saya bangun sekali dan itu pun udah masuk waktu Subuh. Emang sengaja juga sih bangun pagi, mau nyari Sunrise. Pas keluar tenda, saya menggigil, dinginnya bukan main. Bergerak jadi solusi, sekalian nyari persembunyian untuk pipis.

ranu kumbolo gunung semeru
Early Morning

Pas langit udah terang, saatnya kami hunting foto. Maaf untuk yang kebagian piket masak, yaitu Idang dan Nafi, kalian masak aja dulu yaa. Saifud ini kena tremor, pas lagi sesi foto hasilnya pada ngeblur. Yaitu tadi dia tangannya tremor alias bergetar karena kedinginan. Padahal kami udah bergaya.

ranu kumbolo gunung semeru
Ngeblur kan

ranu kumbolo gunung semeru
KASKUB

ranu kumbolo gunung semeru
Ramenya pagi di Ranu Kumbolo

Pagi itu masak mie banyak banget, karena kami nggak pada mau makan nasi. Nggak tau kenapa. Saking banyaknya, kami taruh mienya di jerigen nemu ukuran 5L. Karena nggak bakal muat kalau di piring. Makannya pun digilir satu suap tiap orang. Rio yang awalnya nggak mau makan, nyoba satu suap. Eh dia ketagihan, nambah satu suap lagi. Hhm, boleh juga mienya Idang.

Pas lagi sarapan itu, ada pendaki lewat di dekat tenda kami dan berhenti.

Lalu dia bilang, “Mas, boleh saya foto ya kalian”.

“Oh iya mas silahkan, emang kenapa mas?”, jawab saya.

“Nggak, unik aja soalnya saya baru lihat ada yang makan di taruh jerigen”, kata pendaki itu sambil memotret kami, lalu pergi.

Emang sebegitu konyolkah kami ya makanan di taruh jerigen? Mana jerigen bekas, nemu pula. Siapa tahu jerigennya bekas minyak atau bensin. Mati sudah. Mumpung lagi di gunung nggak apa-apalah, kalau di kota kan nggak mungkin melakukan hal kayak gitu.

ranu kumbolo gunung semeru
Mie dengan toping tempe dan telur

Beres sarapan, kami packing untuk siap-siap pulang. Saat beresin logistik di tenda, saya kaget karena tiba-tiba ada seekor tikus keluar dari dalam tenda. Itu siapa yang bawa tikus? Kemungkinannya cuma ada 2. Pertama, itu emang tikus yang hidup di sekitar Ranu Kumbolo terus masuk ke tenda tanpa sepengatahuan kami. Kedua, tikus itu ikut dari kota. Masuk ke dalam salah satu carier kami dan baru keluar pas di Ranu Kumbolo.

Ternyata itu tikus yang di ributin Rio semalam. Saya tau hal ini dari Saifud. Malam saat saya tidur pulas, dia beberapa kali kebangun gara-gara Rio nyari senter. Dia nyari senter karena ngerasa ada tikus di dalem tenda. Saifud yang mikir mana ada tikus di gunung terus masuk tenda dan mungkin setengah sadar juga, nggak menghiraukan Rio dan kembali tidur. Dan tikus yang dicari Rio semalam memang nyata dan baru keluar pagi hari. Mungkin tikusnya kedinginan.

Dari Ranu Kumbolo kami pulang lewat jalur Ayak-ayak, beda dengan jalur pas berangkat. Jalur ini melewati bukit dengan tanjakan yang nggak ada habisnya, tapi setelah itu turun terus sampe Ranu Pani.

ranu kumbolo gunung semeru
Full Team

ayak-ayak gunung semeru
Threesome, kencing bareng2 bertiga

Dari jalur ini juga kami jadi tau kenapa porter atau warga-warga suku Tengger bisa mendaki dengan cepat dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo. Mereka pake motor. Iya motor. Jadi mereka naik motor sampe pucuk bukit, abis itu baru jalan ke Ranu Kumbolo. Motornya mah ditinggal gitu aja. Saat kami turun juga mereka pada nawarin ojek. Ya kami nggak mau lah. Masa di gunung naik ojek. Sampe puncak bisa jalan kaki, masa turun ngojek. Kan konyol, nggak afdol pula.

Faisal sebelumnya sempat berdusta sama orang tuanya. Dia bilang kalau lagi nonton OVJ bukannya naik gunung. Nah saat perjalanan turun dari bukit Ayak-ayak, dia dapat telpon dari bapaknya. Bapaknya tanpa basa basi langsung bilang gini, “Sal, kau kuliah mau belajar atau naik gunung?”. Faisal yang udah kena telak nggak bisa ngelak, akhirnya dia jujur kalau dia ke Semeru. Tapi setelah kejadian itu dia jadi dibolehin ndaki. Lalu kalau sebelumnya dia nggak berani pasang foto saat ndaki di sosmed, setelah kejadian itu dia jadi nggak takut lagi. Meskipun kena marah, tapi ada hikmahnya kalau jujur. Karena kejujuran itu penting.

Pas di perjalanan pulang ke Jemplang. Saya yang pengen minum rasa-rasa alias minuman keruh alias nutrisari nyeduh beberapa bungkus di botol air ukuran 1.5L. Terus diminum deh, dibagi ke yang lain juga termasuk Eko.

Abis minum, Eko nanya, “Ham, air yang di botol 1.5L tadi mana?”.

“Ya ini, udah ku jadiin minuman rasa-rasa”, jawab saya dengan polos.

“Lah itu kan air Ranu Kumbolo yang sengaja kubawa buat kenang-kenangan”, kata Eko.

“Hahaha jadi tadi itu air buat di bawa pulang? Sorry ko, abisnya pengen minum rasa-rasa, kau juga kan minum, ya sudahlah”, jawab saya santai.

Patut di contoh nih Eko. Dia pulang bawa air danau untuk kenang-kenangan, bukan bunga Edelweiss ataupun benda lain yang dapat merusak ekosistem di gunung. Yah meskipun kalau bawa air nggak bakal bertahan lama, tapi setidaknya tidak merusak alam.

4 hari 3 malam sudah kami berada di alam liar. Semeru memberikan pengalaman yang luar biasa. Berat juga rasanya meninggalkan Semeru di hari terakhir, di saat sudah mendapatkan ketentraman di Ranu Kumbolo. Tapi tetap saja gunung bukan habitat manusia, kami harus pulang ke rumah karena itu tujuan akhir dalam sebuah pendakian. Kembali pulang dengan selamat lebih tepatnya.

Perjalanan kami pun berakhir di terminal Arjosari. Disana kami pisah jalan dan kembali ke asal masing-masing.

0 comments: