Pendakian Welirang #1: Tahu Telor Lamongan
Welirang dari
Arjuna
Sebelumnya
saya pernah cerita pendakian ke Arjuna, yang masih satu komplek sama Welirang.
Elah, kayak perumahan aja komplek. Saat itu saya emang cuma ndaki Gunung Arjuna
doang. Nah terus saya penasaran sama Welirang. Akhirnya saya ndaki Welirang
beberapa bulan setelahnya, tepatnya April 2015 lalu.
Saat
itu saya mendaki setelah jadwal UTS selesai. Bersama 2 orang teman saat mendaki
Gunung Semeru, Idang dan Eko. Rencana kami mendaki 2 puncak sekaligus, Arjuna
dan Welirang. Dengan target lama pendakian selama 3 hari.
Jalur
yang kami lewati sama kayak saat ndaki Arjuna, jalur Tretes. Kami pilih jalur
ini karena melimpahnya sumber air di tiap pos. Biar nggak usah bawa air
banyak-banyak, kalau abis tinggal ngisi. Selain itu pos Pondokan yang bisa
dilewati dari jalur Tretes adalah titik percabangan antara jalan ke Arjuna atau
ke Welirang.
Kami
berangkat di hari terakhir ujian. Berhubung ujiannya pagi hari, jadi kami udah
meninggalkan Kota Malang ba’da dzuhur. Sama kayak dulu, kami naik bus dari
Malang ke Pandaan, dari Pandaan naik angkutan desa ke Tretes.
Sesampainya
disana, kami langsung mengurus perizinan. Lalu kami mulai mendaki sekitar ba’da
Ashar. Target kami hari itu ndaki sampai pos Kop-kopan dan ngecamp disana. Padahal
udah berbulan-bulan sejak terakhir kali saya ke Tretes. Tapi suasananya berasa familiar
banget.
Trekking
jadi nggak terasa, tiba-tiba udah sampai di pos Pet Bocor. Saya jadi teringat
kelakuan Faisal disini, saat dia boker nggak jauh dari tenda, terus ada orang
yang nginjek ranjaunya. Aduh, ngakak juga kalau keingetan itu.
Selepas
pos Pet Bocor, cuaca mulai memburuk. Awan hitam udah mulai menutupi langit,
tanda bakal hujan. Dan benar saja, hujan turun dengan deras. Kali ini kami
membawa mantel masing-masing, jadi nggak ada acara barongsai-barongsaian kayak saat
di Semeru.
Jalur
Tretes treknya sangat terbuka dan lebar, karena digunakan sebagai jalan mobil
jeep pengangkut belerang. Dan karena kondisinya yang begitu saat hujan kami
langsung diterpa air hujan tanpa perlindungan dari pepohonan, macam ditembak
peluru gitu rasanya. Btw, kami semua belum pernah ada yang kena tembak peluru.
Hujannya
lama. Dari setelah Pet Bocor sampai kami tiba di Kop-kopan masih hujan, meski saat
sampai Kop-kopan udah tinggal gerimisnya aja.
Sepanjang
perjalanan ke Kop-kopan kami nggak ketemu satu pun pendaki. Awalnya saya kira
cuma kami doang yang ndaki saat itu. Tapi begitu sampai di Kop-kopan, rame
banget. Setelah kepo, diantara mereka ada beberapa rombongan yang sedang diklat
SISPALA. Ada yang mendaki karena kangen gunung. Ada juga yang mendaki buat
nyari jodoh, mungkin.
Ada
sekitar 20 tenda yang udah berdiri sore itu. Kami langsung aja nyari lapak
sebelum kehabisan. Untungnya Kop-kopan luas, bisa nampung banyak. Orang-orang
ini tau aja spot yang bagus. Emang, pemandangan di Kop-kopan ini epic banget.
Tempatnya yang terbuka bikin panorama terlihat dengan jelas, salah satunya
adalah Gunung Penanggungan.
Malam
hari kalau langit cerah tanpa awan, disini bisa lihat bintang. Katanya tidur di
hotel bintang 5 itu paling nyaman, mewah, terbaik deh pokoknya. Tapi buat saya,
tidur di tenda beratapkan langit ribuan bintang jauh lebih baik dari pada hotel
bintang 5. Meskipun tidurnya nggak nyaman karena diatas matras yang jelas-jelas
nggak empuk, terus dinginnya bukan main, makan pun seadanya. Tapi yah namanya
juga di gunung, tau sendiri kan. Semua jadi terasa istimewa. Hal seperti itu
juga yang membuat saya selalu rindu gunung.
Karena
kedinginan akibat dilanda hujan selama perjalanan, kami membuat minuman hangat
sambil beres-beres barang di dalam tenda. Lalu saya nyari kayu bakar untuk
perapian sebelum malam tiba. Roman-romannya bakal dingin banget malam itu. Kayu
bakar yang saya dapat nggak banyak, karena abis hujan nyarinya agak susah, kayu
pada basah. Selain itu malas juga, capek soalnya. Jadi deh, bikin api
sedapatnya kayu.
Ketika
malam tiba, Idang kali ini kokinya. Dia masak tahu telor. Khas kotanya sendiri,
tahu telor Lamongan. Tapi tiap saya bilang gitu, jawaban dia “Di Lamongan lho
nggak ada tahu telor, di Malang doang”. Ah bodo amat, wong tiap tukang tahu
telor di bannernya pasti ada embel-embel ‘Lamongan’. Ya pikir saya itu pasti
dari Lamongan.
Tahu Telor ala
Chef Idang
Selagi
nunggu masakan Idang, saya bikin api nggak jauh dari tenda. Malam itu langit
cerah, jadi bintang pun bertaburan di langit. Sambil tiduran saya memandang
langit, dan saya itung satu-satu bintangnya. Tapi nggak jadi karena banyak
banget.
Sayangnya
saya nggak bisa mengabadikan momen langit berbintang itu. Kemana-mana saya cuma
bawa kamera pocket. Alasannya ya kalau kamera pocket itu gampang dibawa,
tinggal dikantongin beres. Alasan lain, karena saya nggak punya kamera yang
lebih canggih dari kamera pocket yang saya punya ini. Heuheu..
Setelah
kenyang makan malam dengan menu tahu telornya Idang, perapian juga udah
kehabisan kayu bakar. Ditambah kondisi yang sudah lelah, kami putuskan untuk
tidur. Karena esoknya kami akan muncak ke Welirang.
Pagi
itu saya nggak bangun sepagi biasanya kalau lagi di gunung. Di gunung yaa,
kalau di kota mah jam 11 juga itungannya masih pagi. Momen sunrise juga kelewat
gitu aja, biasanya mah dicari-cari kalau lagi ndaki. Keenakan tidur, nyaman
soalnya. Dalam tenda cuma 3 orang jadi ada ruang buat bergerak,
sebelum-sebelumnya pasti di paksain masuk 5 orang. Padahal tendanya sendiri
kapasitas 4 person.
Udara
pagi itu sejuk sekali, udara khas pegunungan. Saya menuju ke sumber air untuk
cuci muka. Beuh, airnya dingin-dingin seger. Apalagi kalau diminum. Lebih
jernih dari salah satu merk air mineral paling terkenal, AQ*A. Langit cerah,
Penanggungan pun terlihat dengan jelas.
Pagi yang cerah
Mas-mas tahu
telor (idang)
Sebelum
berangkat kami sarapan dulu, Idang lagi yang masak. Dan dia bikin tahu telor
lagi. Dasar orang Lamongan. Fakta kan kalau tahu telor dari Lamongan, dia
sendiri yang bikin saya yakin dengan bukti dia bikin tahu telor terus tiap
masak. Udah ah, ngapain juga jadi bahas tahu telor, jadi laper yang ada.
Sarapan
sudah, packing beres. Pendakian dimulai. Target kami hari itu adalah Lembah
Kidang, pasang tenda, lalu lanjut ke Puncak Welirang.
Saat
akan meninggalkan di Kop-kopan, saya teringat dengan air terjun mini yang ada
di dekat situ. Dulu sewaktu ke Arjuna, airnya kering berhubung lagi musim
kemarau. Kali ini lagi musim hujan, pasti airnya ngalir, itu pikir saya. Jadi
sebelum lanjut, kami mampir sebentar kesitu. Dan bingo!! Airnya beneran ngalir.
Jadilah kami main-main air dulu sebentar. Hehe..
Air terjun mini
Lumayan kan
0 comments: