Pendakian Welirang #1: Tahu Telor Lamongan

12:11 Ilham Firdaus 0 Comments

gunung welirang mengepulkan asap
Welirang dari Arjuna

Sebelumnya saya pernah cerita pendakian ke Arjuna, yang masih satu komplek sama Welirang. Elah, kayak perumahan aja komplek. Saat itu saya emang cuma ndaki Gunung Arjuna doang. Nah terus saya penasaran sama Welirang. Akhirnya saya ndaki Welirang beberapa bulan setelahnya, tepatnya April 2015 lalu.

Saat itu saya mendaki setelah jadwal UTS selesai. Bersama 2 orang teman saat mendaki Gunung Semeru, Idang dan Eko. Rencana kami mendaki 2 puncak sekaligus, Arjuna dan Welirang. Dengan target lama pendakian selama 3 hari.

Jalur yang kami lewati sama kayak saat ndaki Arjuna, jalur Tretes. Kami pilih jalur ini karena melimpahnya sumber air di tiap pos. Biar nggak usah bawa air banyak-banyak, kalau abis tinggal ngisi. Selain itu pos Pondokan yang bisa dilewati dari jalur Tretes adalah titik percabangan antara jalan ke Arjuna atau ke Welirang.

Kami berangkat di hari terakhir ujian. Berhubung ujiannya pagi hari, jadi kami udah meninggalkan Kota Malang ba’da dzuhur. Sama kayak dulu, kami naik bus dari Malang ke Pandaan, dari Pandaan naik angkutan desa ke Tretes.

Sesampainya disana, kami langsung mengurus perizinan. Lalu kami mulai mendaki sekitar ba’da Ashar. Target kami hari itu ndaki sampai pos Kop-kopan dan ngecamp disana. Padahal udah berbulan-bulan sejak terakhir kali saya ke Tretes. Tapi suasananya berasa familiar banget.

Trekking jadi nggak terasa, tiba-tiba udah sampai di pos Pet Bocor. Saya jadi teringat kelakuan Faisal disini, saat dia boker nggak jauh dari tenda, terus ada orang yang nginjek ranjaunya. Aduh, ngakak juga kalau keingetan itu.

Selepas pos Pet Bocor, cuaca mulai memburuk. Awan hitam udah mulai menutupi langit, tanda bakal hujan. Dan benar saja, hujan turun dengan deras. Kali ini kami membawa mantel masing-masing, jadi nggak ada acara barongsai-barongsaian kayak saat di Semeru.

Jalur Tretes treknya sangat terbuka dan lebar, karena digunakan sebagai jalan mobil jeep pengangkut belerang. Dan karena kondisinya yang begitu saat hujan kami langsung diterpa air hujan tanpa perlindungan dari pepohonan, macam ditembak peluru gitu rasanya. Btw, kami semua belum pernah ada yang kena tembak peluru.

Hujannya lama. Dari setelah Pet Bocor sampai kami tiba di Kop-kopan masih hujan, meski saat sampai Kop-kopan udah tinggal gerimisnya aja.

Sepanjang perjalanan ke Kop-kopan kami nggak ketemu satu pun pendaki. Awalnya saya kira cuma kami doang yang ndaki saat itu. Tapi begitu sampai di Kop-kopan, rame banget. Setelah kepo, diantara mereka ada beberapa rombongan yang sedang diklat SISPALA. Ada yang mendaki karena kangen gunung. Ada juga yang mendaki buat nyari jodoh, mungkin.

Ada sekitar 20 tenda yang udah berdiri sore itu. Kami langsung aja nyari lapak sebelum kehabisan. Untungnya Kop-kopan luas, bisa nampung banyak. Orang-orang ini tau aja spot yang bagus. Emang, pemandangan di Kop-kopan ini epic banget. Tempatnya yang terbuka bikin panorama terlihat dengan jelas, salah satunya adalah Gunung Penanggungan.

Malam hari kalau langit cerah tanpa awan, disini bisa lihat bintang. Katanya tidur di hotel bintang 5 itu paling nyaman, mewah, terbaik deh pokoknya. Tapi buat saya, tidur di tenda beratapkan langit ribuan bintang jauh lebih baik dari pada hotel bintang 5. Meskipun tidurnya nggak nyaman karena diatas matras yang jelas-jelas nggak empuk, terus dinginnya bukan main, makan pun seadanya. Tapi yah namanya juga di gunung, tau sendiri kan. Semua jadi terasa istimewa. Hal seperti itu juga yang membuat saya selalu rindu gunung.

Karena kedinginan akibat dilanda hujan selama perjalanan, kami membuat minuman hangat sambil beres-beres barang di dalam tenda. Lalu saya nyari kayu bakar untuk perapian sebelum malam tiba. Roman-romannya bakal dingin banget malam itu. Kayu bakar yang saya dapat nggak banyak, karena abis hujan nyarinya agak susah, kayu pada basah. Selain itu malas juga, capek soalnya. Jadi deh, bikin api sedapatnya kayu.

Ketika malam tiba, Idang kali ini kokinya. Dia masak tahu telor. Khas kotanya sendiri, tahu telor Lamongan. Tapi tiap saya bilang gitu, jawaban dia “Di Lamongan lho nggak ada tahu telor, di Malang doang”. Ah bodo amat, wong tiap tukang tahu telor di bannernya pasti ada embel-embel ‘Lamongan’. Ya pikir saya itu pasti dari Lamongan.

masak di pos kop-kopan
Tahu Telor ala Chef Idang

Selagi nunggu masakan Idang, saya bikin api nggak jauh dari tenda. Malam itu langit cerah, jadi bintang pun bertaburan di langit. Sambil tiduran saya memandang langit, dan saya itung satu-satu bintangnya. Tapi nggak jadi karena banyak banget.

Sayangnya saya nggak bisa mengabadikan momen langit berbintang itu. Kemana-mana saya cuma bawa kamera pocket. Alasannya ya kalau kamera pocket itu gampang dibawa, tinggal dikantongin beres. Alasan lain, karena saya nggak punya kamera yang lebih canggih dari kamera pocket yang saya punya ini. Heuheu..

Setelah kenyang makan malam dengan menu tahu telornya Idang, perapian juga udah kehabisan kayu bakar. Ditambah kondisi yang sudah lelah, kami putuskan untuk tidur. Karena esoknya kami akan muncak ke Welirang.

Pagi itu saya nggak bangun sepagi biasanya kalau lagi di gunung. Di gunung yaa, kalau di kota mah jam 11 juga itungannya masih pagi. Momen sunrise juga kelewat gitu aja, biasanya mah dicari-cari kalau lagi ndaki. Keenakan tidur, nyaman soalnya. Dalam tenda cuma 3 orang jadi ada ruang buat bergerak, sebelum-sebelumnya pasti di paksain masuk 5 orang. Padahal tendanya sendiri kapasitas 4 person.

Udara pagi itu sejuk sekali, udara khas pegunungan. Saya menuju ke sumber air untuk cuci muka. Beuh, airnya dingin-dingin seger. Apalagi kalau diminum. Lebih jernih dari salah satu merk air mineral paling terkenal, AQ*A. Langit cerah, Penanggungan pun terlihat dengan jelas.

pos kop-kopan background gunung penanggungan
Pagi yang cerah

pos kop-kopan background gunung penanggungan
Mas-mas tahu telor (idang)

Sebelum berangkat kami sarapan dulu, Idang lagi yang masak. Dan dia bikin tahu telor lagi. Dasar orang Lamongan. Fakta kan kalau tahu telor dari Lamongan, dia sendiri yang bikin saya yakin dengan bukti dia bikin tahu telor terus tiap masak. Udah ah, ngapain juga jadi bahas tahu telor, jadi laper yang ada.

Sarapan sudah, packing beres. Pendakian dimulai. Target kami hari itu adalah Lembah Kidang, pasang tenda, lalu lanjut ke Puncak Welirang.

Saat akan meninggalkan di Kop-kopan, saya teringat dengan air terjun mini yang ada di dekat situ. Dulu sewaktu ke Arjuna, airnya kering berhubung lagi musim kemarau. Kali ini lagi musim hujan, pasti airnya ngalir, itu pikir saya. Jadi sebelum lanjut, kami mampir sebentar kesitu. Dan bingo!! Airnya beneran ngalir. Jadilah kami main-main air dulu sebentar. Hehe..

air terjun mini kop-kopan
Air terjun mini


air terjun mini kop-kopan
Lumayan kan

0 comments: