Pendakian Pertama #2: Impian Terwujud!

13:12 Ilham Firdaus 0 Comments

Bukit Lambosir Gunung Ciremai


Masih dalam perjalanan di malam yang semakin kelam. Saya kembali berpikir di tengah keputusasaan, apa saya bakal ngebiarin impian ini menguap gitu aja? Sedangkan ini adalah kesempatan yang gagal saya dapetin sebelumnya.

Lanjutin perjalanan terasa berat banget, balik turun juga nggak mungkin mengingat udah ½ jalan dan hari udah gelap. Sempet saya tunjukin keputusasaan saya ke Heri, tapi dia tetep semangatin saya untuk lanjutin ndaki. Saya pun lanjut sambil buang jauh-jauh rasa putus asa. Nggak lama kemudian kami tiba di sebuah pos dan ketemu temen-temen yang lain. Akhirnya bisa nyusul juga, tapi sialan parah banget kalian ninggalin kami!

Setelah istirahat bentar, kami lanjut lagi. Kali ini saya jalan di tengah rombongan, biar nggak ketinggalan. Dan yang paling penting saya pake sandal! Berjam-jam sudah saya nyeker, akhirnya pake alas kaki juga. Minjem punya Ryan, nuhun yan! Beberapa menit berlalu kami sampai di pos Sangga Buana 1. Kami putuskan buat istirahat tidur sekitar 3 jam sebelum lanjut summit attack!

Ini nih saat yang paling konyol, kami cuma bawa 1 tenda sedangkan jumlah kami 10 orang. Mana tendanya kapasitas 2 orang lagi, alamaaak! Itu pun diisi oleh 4 orang,  Heri, Haryanto, Iqbal dan Gembong. Sisanya? Ya cuma beralas matras, beratap langit dan berselimut sarung, eh saya mah pake sleeping bag deng. Hehe!

Jangan pikir tidur di gunung bisa senyaman di kamar dengan kasur yang empuk dan dibalik hangatnya selimut. Molor tanpa perlindungan tenda, cuma alas matras dan murungkut dalam sleeping bag nyatanya nggak mampu ngasih kehangatan. Jangankan gitu, dalem tenda aja masih dingin. Coba aja ada cewek yaa. Hhm.. Nggak ngaruh kali!

Mana ketinggiannya nyaris 3000 mdpl, beuh dingin sudah! Saya cuma berusaha buat merem dan buang jauh-jauh rasa dinginnya. Kebayang nggak? Jangan ditiru ya, nggak safety!

Sekitar jam 4 pagi kami semua bangun untuk summit attack, beberapa bangun dengan kondisi menggigil, termasuk saya! Bbrrr… Saat minum air, gilaaa dinginnya melebihi air kulkas yang diminum saat waktu Subuh di musim salju. Btw saya belum pernah melakukan hal itu, secara di Kuningan mana ada salju.

Setelah siap-siap, kami berangkat kecuali Haryanto yang bilang akan menyusul nanti, begitu juga Iqbal dan Gembong yang masih leyeh-leyeh dalam tenda. Baru beberapa menit jalan, salah satu anteknya Ryan nggak sanggup buat lanjutin ndaki, dia balik lagi ke camp ditemenin temennya yang satu lagi. Nggak tau siapa, saya lupa namanya. Sejam kemudian kami tiba di Pos Pangasinan, pos dengan tanah datar yang cukup luas. Bisa dipake buat main bola, lho!

Sebelum ndaki ke pucuknya, kami menanti sang fajar muncul dulu, ya sunrise! Ini nih salah satu moment yang saya idamkan, menyaksikan matahari terbit di atas gunung. Tapi langit masih gelap, kami pun nunggu sampai nundutan alias terkantuk-kantuk. Nggak lama, langit mulai menampakkan warna kemerah-merahan yang disusul oleh munculnya Sang Fajar dari persemayamannya dan nunjukin keindahannya, Subhanallah, it’s so WONDERFUL! Saya bener-bener dibuat takjub lihat sunrise pertama saya di atas gunung. Nggak mau kehilangan momen langka begini, saya langsung deh mengabadikannya.

Sunrise Gunung Ciremai
Menyaksikan Matahari Terbit

Sunrise Gunung Ciremai
SUNRISE!

Selagi mengabadikan momen, Haryanto dan yang lain datang. Lalu kami lanjut summit attack. Mulai dari Pangasinan inilah edelweiss hidup, banyak banget cuma sayang bunganya belum mekar. Jadi ini toh bunga abadi yang terkenal itu, saya sumringah banget. Bukan main, perlu perjuangan besar buat bisa lihat secara langsung edelweiss yang cuma ada diketinggian gunung.

Kalau dipetik bunga ini nggak akan layu biar bertahun-tahun lamanya. Tapi sebagai pendaki yang bertanggung jawab, jangan coba-coba deh metik bunga yang satu ini! Bayangin deh, kalau setiap pendaki metik satu tangkai aja setiap kali ndaki. Punah sudah bunga langka ini, secara pendaki gunung sekarang banyak banget.

Sepanjang perjalanan ke puncak disuguhi oleh edelweiss ini. Jalan menuju puncak makin nanjak plus berbatu, panas pula! Ditambah oksigen yang makin tipis bikin langkah melambat dan cepat capek. Tapi saya nggak nyerah gitu aja. Sekitar jam 7 pagi WGC (waktu gunung ciremai), saya berhasil wujudin impian! Cihuuuy, saya senang bukan kepalang. Saya samapi salto-salto di puncak.

Setelah sekian lama, akhirnya saya berhasil berdiri di puncak Gunung Ciremai. Sebelumnya saya udah menyaksikan sunrise dan indahnya Bunga Edelweiss, di puncak saya diberi suguhan panorama yang luar biasa! Kawah Ciremai, samudra awan, dikejauhan sebelah timur terlihat puncak Gunung Slamet. Wah nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata deh, saya bahagia, saya lega, saya terharu, saya galau. Perasaan yang cuma bisa dirasakan ketika berhasil meraih suatu impian. Rasa lelah seketika lenyap! Saya bersyukur diberi kesempatan bisa lihat keindahan ini. Tuhan, engkau memang Sang Maha Pencipta, berkali-kali saya dibuat takjub oleh keindahan ciptaan-Nya.

Samudra Awan Gunung Ciremai
Samudra Awan

Kawah Gunung Ciremai
Kawah Ciremai

Pendakian ini memberikan banyak sekali pelajaran untuk saya bahwa untuk mewujudkan suatu impian memang membutuhkan perjuangan yang sangat besar melewati rintangan yang ada di hadapan kita, jangan biarkan keputusasaan menguasai jika kita merasa tak mampu. Karena di sekitar kita masih ada yang akan membantu, tentunya Allah akan menunjukkan kebesaran-Nya apabila kita yakin dan mau berusaha. Sebab dibalik beratnya rintangan yang kita hadapi, ada keindahan yang sedang menanti :)

Gimana kata-kata saya keren nggak? Itu beneran kata-kata saya lho!

Besoknya setelah pulang dan lagi dirumah, saat ndaki saya sempat mikir kalau pendakian ini bakal jadi satu-satunya untuk saya. Eh saya malah pengen lagi, sumpah! Lalu saya putuskan untuk mendaki gunung-gunung lainnya. Dan tentu suatu hari saya bakal balik lagi ke Ciremai! :D

Puncak Gunung Ciremai
masih cupu :v

0 comments:

Pendakian Pertama #1: Gunung di Belakang Rumah

13:09 Ilham Firdaus 0 Comments

Gunung Ciremai, Kuningan Jawa Barat

Pagi itu saya excited banget! Gimana nggak? Hari itu saya punya kesempatan buat wujudin salah satu impian saya. Wihh keren nggak tuh? Apa coba? Ya sebut aja muncak! Udah berkali-kali saya gagal buat ndaki gunung. Padahal gunungnya ada di belakang rumah saya sendiri lho! Penyebabnya bervariasi. Mulai dari waktunya yang bentrok sama acara lain *sok sibuk*, juga yang paling mainstream apalagi kalau bukan nggak dapet ijin dari orang tua (ini nih yang paling susah buat dinego kalau pertama kali ndaki), sampai penyebab yang bisa dibilang putus asa. Soalnya saat diajak temen langsung saya tolak gitu aja, payah ah!

Gunung Ciremai, Kuningan Jawa Barat
Ciremai dari belakang rumah

Tapi akhirnya kesempatan datang lagi, gunung yang udah belasan tahun cuma bisa saya lihat kali ini bakal saya daki. Gunung Ciremai, salah satu gunung yang mistis, karena banyak cerita-cerita serem dan banyak juga pendaki yang ngalamin peristiwa aneh dan berbau horor! Untungnya saya nggak ngalamin kejadian yang begituan.

Dengan ketinggian 3078 mdpl menajadikannya sebagai gunung tertinggi di dunia! Eh bukan, di Indonesia! Bukan juga? Yaudah di Jawa deh.. Jawa Barat. Yap, Ciremai adalah gunung tertinggi di Jawa Barat!

Okee lanjut lagi...

Pendakian ini dilakukan malam hari, jadi paginya saya nyiapin semua kebutuhan pendakian. Dulu saya masih cupu banget soal pendakian, meskipun dulu saya ikut sispala tapi nggak banyak ilmu yang saya serap *ketahuan deh jarang latihan*. Jadilah saya bawa barang seadanya, daypack yang biasa dipake sekolah, sleeping bag, 2 jaket, sarung tangan, kupluk, nesting, kaos kaki bola (bukan mau maen bola kok, karena wujudnya yang panjang jadi menghangatkan pikir saya dulu), dan termos mini. Saya sendiri pake kaos lengan pendek, celana gunung kegedean, dan sepatu tanpa tali buat sekolah.

Terus perbekalannya 1 pop mie, beberapa bungkus mie instan, permen, coklat, air mineral ukuran 1L dan 600mL. Gimana? Okeh nggak tuh yang saya bawa sebagai newbie? Jangan ketawa yaa!

Saya ndaki bareng beberapa temen, yaitu Heri, Haryanto, Iqbal, Hendri “Gembong”, dan Ryan yang bawa antek-anteknya. Total 10 orang. Karena berangkat malem, jadi ba’da Ashar kami berkumpul di rumah Haryanto di Desa Linggajati. Kami mulai ndaki sekitar jam 5 sore.

Pos Pangasinan Gunung Ciremai, Kuningan Jawa Barat
Antek-anteknya Ryan (berdiri), Jaket putih duduk (Heri), sampingnya Heri itu Ryan

Pos Pangasinan Gunung Ciremai, Kuningan Jawa Barat
Heri dan Ryan

Mungkin udah banyak yang tau kalau Ciremai via jalur Linggajati adalah salah satu jalur yang berat buat pemula yang masih cupu kayak saya. Bahkan banyak yang bilang jalur ini kalau jalan “lutut ketemu dagu” saking isinya tanjakan melulu dan juga terjal!

Pendakian diawali dengan do’a. Kami jalan santai sambil ngobrol-ngobrol ringan supaya nggak kerasa capek. Sejam perjalanan langit udah mulai gelap dan hawa juga jadi dingin gituuu, karena nggak ada cewek buat dipeluk jadilah saya pake jaket deh, ups.

Awalnya perjalanan lancar-lancar aja sampai musibah datang menghampiri saya. Sepatu saya jebol! Saat itu saya jalan paling belakang berdua sama Heri, ketinggalan dari yang lain. Itu terjadi gara-gara saya jalan lambat bagaikan kura-kura yang bawa tempurung, kalau saya bawa ransel. Untungnya Heri jalan di belakang nungguin saya. Dia emang biasa jalan paling akhir kalau ndaki, sebagai sweeper yang bertanggung jawab buat memastikan anggota pendakian nggak ada yang ketinggalan. Top banget deh kawan saya yang satu ini!

Saya maksain jalan pake sepatu jebol itu, tapi nggak lama soalnya nggak nyaman. Karena saya ataupun Heri nggak ada yang bawa sendal, terpaksa saya jalan tanpa alas kaki alias nyekeerr!

Perjalanan malah terasa tambah sulit, tempurung (baca: ransel) yang saya bawa rasanya berat banget. Jalan nyeker aja udah kesiksa, ini malah jalannya becek gitu, yang bikin jadi licin. Akibatnya saya jadi sering tisoledat (baca: tergelincir) kalau basa sundanya mah. Kami berdua masih ketinggalan di belakang saat itu, alih-alih nyusul yang lain saya malah tambah sering istirahat. Hari yang makin gelap emang bikin kondisi badan makin lelah, pikiran juga nggak fokus. Alhasil jalan pun kadang sempoyongan dan sering jatuh.

Saya putus asa, rasanya nggak mampu lanjutin ndaki. Saya sempet mikir harusnya nggak ikut muncak ini, andai saya di rumah saja mungkin lagi tiduran sambil nonton tv ditemani kopi dan cemilan, ah nikmatnya! Bohong deng saya nggak suka ngopi dulu, tapi nyusu. Serius! Dan yang terpenting saya nggak menderita dengan pendakian kayak gini. Masih dalam keputusasaan, saya berpikir kalau berhasil sampai puncak, ini bakal jadi satu-satunya pendakian saya. Payah banget kan?!

0 comments: